Ini adalah kelanjutan dari KAIDAH DAN KETENTUAN PENYEBARAN AQIDAH SALAFIYAH (1)
KETENTUAN KESEPULUH:
Mengambil manhaj salaf dari keseluruhan perkataan-perkataan mereka, tidak dari satuan perkataan mereka. Ketidaktelitian dalam perkara ini telah menjadikan banyak penuntut ilmu — karena semangat mereka terhadap manhaj salaf — menempatkan sesuatu yang ada pada salaf bagaikan sesuatu yang ada pada Nabi — shollallohu ‘alaih wa sallam –, sehingga mereka berhujah dengan satuan nukilan yang datang dari individu salaful ummah. Inilah perkara yang hendaknya dipahami oleh penuntut ilmu. Yaitu bahwa manhaj salaf diambil dari keseluruhan perkataan. Adapun satuannya, maka tidaklah diambil perkataan dari setiap individu dengan anggapan bahwa ia mewakili as-salaf (secara keseluruhan -pent).
Sebagai contoh, kita dapati sebagian imam telah melakukan kesalahan pada sebagian perkara. Maka kesalahannya itu tidak boleh diambil dengan anggapan bahwa itu adalah manhaj salaf. Contohnya adalah hadits “ash-shuroh”. Sebagian mereka telah salah dalam menafsirkan hadits ash-Shuroh. Maka tidak boleh dikatakan bahwa salaf berselisih pendapat tentang hadits ash-Shuroh, akan tetapi yang benar dikatakan bahwa fulan telah melakukan kesalahan.
Pernyataan bahwa fulan telah bersalah dan tidak boleh diambil kesalahannya dengan anggapan bahwa manhajnya mewakili manhaj salaf, tidaklah sama dengan menyikapinya sebagaimana sikap terhadap ahlul bid’ah. Karena seorang dari kalangan salaf tidak boleh disikapi sebagaimana sikap terhadap ahlul bid’ah. Akan tetapi kesalahannya tetap tidak boleh diikuti.
Syaikhul Islma Ibnu Taimiyah — rohimahulloh — dalam kitabnya yang masih dalam manuskrip berjudul “Bayan Talbis al-Jahmiyah” menukil dari Abu Musa al-Madini, dia berkata, aku mendengar Qiwamus Sunnah berkata, “Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah melakukan kesalahan dalam hadits ash-Shuroh, dan dia tidak boleh dicela karenanya. Namun (sikap yang benar adalah -pent) cukup dengan tidak mengambil kesalahannya itu.” selesai nukilan beliau.
Yakni, kesalahannya tidak boleh diambil, dan engkau tidak berhak mencelanya.
KETENTUAN KESEBELAS:
Menghubungkan orang belakangan dengan pendahulu mereka. Faidah dari hal ini adalah menjelaskan adanya kesatuan manhaj dan aqidah. Bahwa tidak ada perbedaan antara generasi terdahulu dan orang-orang belakangan. Dan ketiadaan perbedaan ini adalah hasil dari kesamaan sumber yang mereka ambil, yaitu al-Kitab dan as-Sunnah.
KETENTUAN KEDUA BELAS:
Hendaknya orang yang menyebarkan aqidah salaf menempuh jalan hikmah. Dan jalan hikmah itu memiliki berbagai bentuk gambaran perwujudan, di antaranya:
– Memperhatikan keadaan objek dakwah; dari sisi keilmuan, kedudukan sosial, tingkat perekonomian dan kejiwaan mereka. Maka apa yang berikan kepada para penuntut ilmu dan yang mereka diskusikan tidaklah sama dengan apa yang didiskusikan dan diserukan kepada orang awam. Karena para penuntut ilmu itu mampu memahami apa yang dikehendaki oleh pembicara dari berbagai segi penunjukan, sedangkan orang lain tidaklah demikian.
– Menggunakan lafazh-lafazh dan metode-metode yang sesuai bagi masing-masing kaum. Ini banyak kita dapati pada metode yang digunakan oleh para imam dakwah — semoga Alloh merahmati mereka –. Kita dapati Imam Muhammad bin Abdul Wahhab — rohimahulloh — berbicara kepada manusia dengan yang bisa mereka pahami. Engkau bisa mendapati lafazh-lafazh yang beliau gunakan adalah lafazh-lafazh yang umum yang bisa engkau dapati pada banyak manusia. Seolah-olah beliau berbicara kepada suatu kaum yang tidak mengenal bahasa arab sedikit pun. Demikian pula metode yang ditempuh oleh murid-murid beliau. Karena tujuannya adalah menyampaikan berita kepada manusia dengan cara apapun yang disyariatkan.
– Menampakkan kelemahlembutan dan kasih sayang terhadap objek dakwah, serta banyak mendoakan kebaikan bagi mereka. Hal ini juga bisa kita dapati pada manhaj yang ditempuh oleh imam dakwah ini. Sangat sering sekali beliau membuka tulisannya dengan mendoakan kebaikan bagi orang yang ditujukan tulisan tersebut kepadanya. Inilah sifat para Rosul dan pengikut para Rosul — ‘alaihimush sholatu was salaam –. Alloh Jalla wa ‘Ala berfirman mengabarkan tentang Nuh — ‘alaihis salaam –,
قَالَ يَا قَوْمِ لَيْسَ بِي ضلالة و لكني رسول من رب العالمين أبلغكم رسالة ربي و أنصح لكم وأعلم من الله ما لا تعلمون
“(Nuh) berkata, wahai kaumku, tiada kesesatan pada sedikit pun padaku, akan tetapi aku adalah utusan Robbul ‘alamin. Aku menyampaikan kepada kalian risalah Robbku dan aku memberi nasihat kepada kalian, dan aku mengetahui dari Alloh apa-apa yang tidak kalian ketahui.”
– Tidak bersikap keras kecuali dalam perkara yang membutuhkan sikap keras. Alloh ta’ala berfirman,
أدعوا إلى سبيل ربك بالحكمة و الموعظة الحسنة
“Serulah kepada jalan Robbmu dengan hikmah dan mau’izhoh hasanah.”
Dia berfirman,
ولو كنت فضا غليظ القلب لانفضوا من حولك
“Dan jika engkau bersikap kasar dan keras hati, niscaya mereka akan lari dari sekitarmu.”
Akan tetapi, jika dibutuhkan sikap keras pada tempatnya, maka tidak mengapa. Sebagaimana Alloh ta’ala berfirman memberitakan tentang Nabi-Nya, Musa — ‘alaihis salam — bahwa dia berkata kepada Fir’aun,
وإني لا أظنك يا فرعون مثبورا
“dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa.”
yaitu ketika Fir’aun berkata kepadanya,
إني لأظنك يا موسى مسحورا
“Sungguh aku mengira kamu, hai Musa, seorang yang terkena sihir.”
Dan ini tidak bisa dipahami bolehnya menganiaya atau menzholimi manusia. Karena sesungguhnya hal ini tidak dibolehkan meskipun terhadap orang kafir. Bahkan wajib berpegang dengan sikap adil, sebagaimana Firman Alloh ta’ala,
يا أيها الذين آمنوا كونوا قوامين لله شهداء بالقسط
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.”
Dan Alloh berfirman,
ولا يجرمنكم شنآن قوم على أن لا تعدلوا هو أقرب للتقوى
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”
Dan hal ini aku ingatkan karena sebagian orang telah merusak reputasi dakwah salafiyah dengan cara menampakkan penisbatan dirinya kepada dakwah ini kemudian dia melakukan berbagai perbuatan yang merusak lagi zholim, baik terhadap orang kafir maupun terhadap orang-orang muslim. Padahal dakwah salafiyah berlepas diri dari perbuatan tersebut. Bahkan terkadang, untuk lebih memasukkan penyesatan itu, mereka berargumen dengan kitab-kitab yang ditulis para imam dakwah ini, padahal para imam dakwah ini berlepas diri darinya.
– Memprioritaskan yang paling penting kemudian yang penting. Inilah jalan yang ditempuh oleh para Rosul – ‘alaihimussalam – . Tauhid rububiyah dan tauhid asma wa shifat memang ada juga yang menyelisihinya, akan tetapi penyelisihannya tidak sebanyak penyelisihan dalam tauhid ibadah. Maka para Rosul itu mengutamakan perhatian kepada tauhid uluhiyah meskipun mereka tidak meninggalkan tauhid rububiyah dan asma wa shifat.
KETENTUAN KETIGA BELAS
Menjauhi lafazh-lafazh yang sifatnya mujmal (masih global, ambigu, tidak jelas maksudnya -pent). Karena seorang dai memiliki tujuan untuk memberikan penerangan dan penjelasan, bukan memberikan kesamaran atau teka-teki. Sedangkan lafazh yang masih mujmal, yang tidak jelas maksudnya, bisa membawa kebingungan dan keragu-raguan terhadap diri seorang dai dan perkara yang dia dakwahkan. Dan ini bukanlah jalan yang ditempuh oleh para salaf, akan tetapi ini adalah jalannya kelompok-kelompok batiniyah yang mengusung manhaj (metode) talbis (membuat rancu) dan tadlis (menyamarkan). Alloh ta’ala berfirman,
وما أرسلنا من رسول إلا بلسان قومه ليبين لهم
“Dan tidaklah kami utus seorang Rosul pun melainkan dengan bahasa kaumnya, agar dia memberikan penjelasan kepada mereka.”
Dan Dia berfirman,
إن أنزلناه قرآن عربيا لعلكم تعقلون
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Quran yang berbahasa arab agar kalian memahami.”
KETENTUAN KEEMPAT BELAS
Memahami istilah-istilah salaf. Karena pemahaman terhadap istilah-istilah mereka akan bisa menghilangkan berbagai musykilah (permasalahan) yang ada, kecuali jika memang telah ada perselisihan di antara mereka dalam pemahaman istilah. Sebagai contoh, istilah “al-wala wal baro”. Sebagian orang memahaminya dengan pemahaman yang dangkal sehingga menimbulkan penyelisihan terhadap nash-nash yang ada dan dia menyangka bahwa setiap orang yang bermuamalah (berinteraksi) dengan orang-orang kafir berarti telah dianggap melakukan wala kepada mereka dan dianggap sebagai suatu kekafiran.
KETENTUAN KELIMA BELAS
Berpegang dengan manhaj yang benar dalam berinteraksi dengan syubhat-syubhat yang disebarkan untuk melawan aqidah salaf. Maka tidak seharusnya syubhat dan bantahannya itu menjadi medan untuk menyebarkan aqidah salaf. Akan tetapi syubhat-syubhat itu dibantah hanya ketika dibutuhkan saja. Sedangkan dakwah bertolak dari al-Kitab dan as-Sunnah.
KETENTUAN KEENAM BELAS
Menyerukan persatuan dan meninggalkan perpecahan dan perselisihan. Hal itu dilakukan dengan menjelaskan bahwa aqidah salafiyah akan mendorong kepada persatuan di atas al-Kitab dan as-Sunnah, sebagai wujud realisasi dari firman-Nya,
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا
“Dan berpegangteguhlah kalian dengan tali Alloh semuanya, dan janganlah kalian bercerai berai.”
KETENTUAN KETUJUH BELAS
Wajibnya bersikap adil dan seimbang. Ahlussunnah wal jama’ah adalah orang-orang yang adil dan seimbang. Mereka tidak menganiaya manusia sedikitpun. Mereka juga tidak membawa perkataan manusia kepada makna yang tidak sesuai dengan perkataannya.
Dan keadilan adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah – rohimahulloh –, “Landasan dan pondasi Sunnah adalah bersikap tengah dan seimbang tanpa menganiaya dan melampaui batas.”
Beliau juga berkata, “Alloh – subhanahu – berfirman,
ولا يجرمنكم شنآن قوم على أن لا تعدلوا هو أقرب للتقوى
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”
Maka Dia melarang terbawanya kaum mukminin oleh kebencian mereka kepada orang kafir sehingga mereka tidak berbuat adil kepada orang-orang kafir. Lalu bagaimana jika ada kebencian terhadap seorang fasiq atau ahli bid’ah yang melakukan bid’ahnya karena salah takwil dari kalangan orang-orang beriman, padahal mereka adalah orang-orang yang lebih berhak disikapi adil dibandingkan selain mukminin, meskipun mereka berbuat zholim kepadanya. Maka ini adalah perkara yang sangat besar manfaatnya bagi agama dan dunia. Karena syaithon diberi keluasan mengganggu manusia, dan dia akan berusaha menghalangi semuanya.” selesai (nukilan).
Maka wajib bersikap adil dan seimbang terhadap mereka dan harom bersikap zholim dan menganiaya mereka.
KETENTUAN KEDELAPAN BELAS
Wajib memperhatikan antara mashlahat (kebaikan) dan mafsadat (keburukan). Maka menolak mafsadat lebih diutamakan dari pada menggapai mashlahat. Dan syariat ini datang untuk mewujudkan mashlahat dan menyempurnakannya serta menghilangkan mafsadat dan memperkecilnya. Maka semua yang Alloh – Jalla wa ‘ala – perintahkan, atau diperintahkan oleh Rosul-Nya – shollallohu ‘alaihi wa sallam – , berarti mashlahatnya lebih besar dari mafsadatnya dan manfaatnya lebih besar dari bahayanya, meskipun jiwa-jiwa manusia membencinya.
Seorang yang menyebarkan aqidah salaf harus memperhatikan perkara ini dengan baik, karena hal ini sangat penting. Karena terkadang dia terbawa oleh semangatnya untuk menyebarkan aqidah salaf, tanpa memperhatikan hal ini, sehingga usahanya itu malah membawa kerusakan-kerusakan yang besar.
KETENTUAN KESEMBILAN BELAS
Tidak memaksa orang lain dalam permasalahan ijtihadiyah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah – rohimahulloh – berkata, “Dahulu para imam ahlusunnah wal jama’ah tidak mengharuskan manusia mengikuti pendapat mereka dalam perkara ijtihad. Mereka tidak memaksa seorang pun kepadanya. Oleh karena itu, ketika Harun al-Rosyid meminta saran kepada Imam Malik bin Anas untuk membawa manusia mengikuti Muwatho`-nya, beliau (imam Malik) berkata kepadanya, “Jangan engkau lakukan ini wahai Amirul Mukminin. Karena para sahabat Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – telah tersebar di berbagai kota, sehingga setiap penduduk mengambil dari sahabat yang ada pada mereka. Dan aku hanyalah mengumpulkan ilmu dari penduduk negriku.”
Dan Syaikhul Islam – rohimahulloh – menukil perkataan para ulama dalam masalah ini kemudian beliau berkata, “Maka jika ini adalah perkataan mereka dalam perkara-perkara amaliyah dan cabang-cabang agama, (yaitu) mereka tidak membolehkan paksaan terhadap manusia untuk mengikuti madzhab mereka padahal mereka juga berdalil dengan dalil-dalil syar’i; maka (bagaimana pula halnya) dengan mengharuskan dan memaksa manusia untuk mengikuti pendapat-pendapat yang tidak ada dalam Kitabulloh dan hadits Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – tidak pula diriwayatkan dari para shabat atau tabi’in, tidak pula dari para imam kaum muslimin.”
KOMENTAR YANG MULIA SYAIKH MUFTI YANG TERHORMAT ABDUL AZIZ BIN ABDILLAH ALU SYAIKH – hafizhohulloh –
Di antara komentar yang beliau sampaikan adalah:
“…Wa ba’du, tema pembahasan ceramah ini adalah Kaidah dan ketentuan penyebaran aqidah salafiyah shohihah. Dr. Yusuf Muhammad Sa’id telah berkenan memberikan ceramah tentang tema pembahasan ini, dia telah memberikan faidah, menjelaskan, mengulang-ulang, dan menyebutkan dalil-dalil dari al-Kitab dan as-Sunnah, dan juga apa yang telah dinukilkan dari para ulama umat oleh orang-orang yang memiliki ilmu dan ketakwaan, dalam pembahasan ini… Semoga Alloh membalas kebaikan kepada Syaikh Yusuf, atas apa yang dia sampaikan dan dia tulis…”
Semoga Alloh senantiasa mencurahkan sholawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga beliau dan para sahabat beliau seluruhnya.
stiap orang yang beriman tentu hidupnya ingin diridhai Allah swt, oleh karena itu jika kalian bertengkar maka kembalilah kepada Al Quran dan hadis shahih . tujuan hidupnya menjadi orang yang bertaqwa . semoga Allah memberikan petunjuk kepada manusia yang ingin hidupnya selamat dunia akhirat.
yusuf saefullah